Berbagai Pandangan Ulama Tentang Seni Musik -->

Berbagai Pandangan Ulama Tentang Seni Musik

Saturday, March 21, 2020, March 21, 2020

 Berbagai Pandangan Ulama Tentang Seni Musik/Nyanyian


Ketahuilah, bahwa : mendengar, ialah : permulaan urusan. Dan pendengaran itu membuahkan suatu keadaan dalam hati, yang dinamai : kesannya (al-wajid). Dan kesannya itu membuahkan penggerakan anggota badan. Adakalanya dengan gerakan, yang tidak bertimbangan. Maka dinamai : tepukan tangan dan tarian. Maka marilah kita mulai dengan : hukum mendengar. Dan itulah yang pertama. Dan akan kami nukilkan padanya kata-kata yang yang lahir dari madzhab-madzhab. Kemudian, kami ikutkan dengan penjawaban dari apa yang menjadi pegangan orang-orang yang mengatakan : pengharamannya. Tentang menukilkan madzhab-madzhab, telah diceritakan oleh Al-Qadli Abuth-Thayyib Ath-Thabari dari Imam Asy-Syafi'i ra, Imam Malik ra, Imam Abu Hanifah ra, Sufyan dan segolongan ulama, akan kata-kata yang menjadi dalil, bahwa mereka itu berpendapat akan haramnya. 


Asy-Syafi'i ra, berkata dalam kitab Adab kehakiman (kitab Adabil-Qadla) bahwa sesungguhnya nyanyian adalah makruh, menyerupai batil. Barangsiapa memperbanyak menyanyi, maka dia itu orang bodoh (safih), yang ditolak kesaksiannya. Al-Qadli Abuth Thayyib berkata : "Mendengar nyanyian dari wanita yang bukan mahram, tidak boleh pada para sahabat Asy-Syafi'i ra, dalam keadaan apapun juga. Sama saja keadaan wanita itu terbuka atau di belakang hijab. Sama saja, wanita itu merdeka atau hambasannya (budak).  Berkata Al-Qadli : "Asy-Syafi'i ra, berkata : 'Orang yang punya budak perempuan, apabila mengumpulkan manusia untuk mendengar nyanyian budak itu, maka dia adalah orang safih, yang ditolak kesaksiannya'.  Berkata Al-Qadli : "Diceritakan dari Asy-Syafi'i, bahwa, Asy-Syafi'i memandang makruh memukul kuku-kuku binatang dengan kayu". Dan ia mengatakan : "Bahwa alat permainan itu diadakan oleh orang-orang zindiq (orang yang tidak beragama). Supaya mereka melalaikan diri dari Al-Qur'an".  Asy-Syafi'i ra, berkata : "Dimakruhkan menurut hadits, permainan musik dengan nard. Lebih banyak daripada makruhnya permainan dengan sesuatu alat permainan yang lain. Aku tidak menyukai permainan catur. Dan aku memandang makruh setiap apa yang menjadi permainan manusia. Kerana permainan itu tidaklah dari perbuatan ahli agama dan berkepribadian (muru'ah).  Adapun Malik ra, maka beliau melarang nyanyian. Dan berkata : "Apabila membeli budak wanita, lalu mendapatinya seorang penyanyi, niscaya bolehlah mengembalikannya kepada si penjual". Dan itu adalah madzab ahli Madinah lainnya, kecuali Ibrahim bin Sa'd seorang.  Adapun Abu Hanifah ra, memandang makruh yang demikian. Dan menjadikan mendengar nyanyian termasuk dosa. Begitu pula ahli Kufah lainnya, seperti : Sufyan Ats-Tsuri, Hammad, Ibrahim, Asy-Sya'bi dan lain-lain.  Ini semuanya, di nukilkan oleh Al-Qadli Abuth-Thayyib Ath-Thabari. Dan dinukilkan oleh Abu Thalib Al-Makki, membolehkan mendengarkan nyanyian-nyanyian dari suatu golongan ulama. Ia berkata : "Didengar dari sahabat Nabi SAW. oleh Abdullah bin Ja'far, Abdullah bin Az-Zubair, Al-Mughirah bin Sya'bah, Muawiyah dan lain-lain". Dan Abu Thalib Al-Makki berkata seterusnya : "Telah diperbuat demikian oleh kebanyakan salaf (ulama terdahulu) yang shalih : baik sahabat atau tabi'in, dengan sebaik-baiknya". Seterusnya beliau mengatakan : "Senantiasalah orang-orang Hijaz pada kami di Makkah, mendengar nyanyian pada hari-hari yang utama dari tahun. Yaitu : hari-hari yang terbilang, yang disuruh oleh Allah akan hambaNya padanya dengan berdzikir (mengingat-Nya), seperti : hari-hari tasyriq. Dan Senantiasalah penduduk Madinah itu, seperti penduduk Makkah, terbiasa mendengar lagu, sampai kepada zaman kita sekarang ini. Maka kami dapati Abu Marwan Al-Qadli mempunyai budak-budak wanita, yang memperdengarkan nyanyiannya kepada orang banyak. 


 Sesungguhnya mereka itu disediakan untuk orang-orang sufi". Berkata Abu Thalib Al-Makki : "Adakah 'Atha' mempunyai dua budak wanita yang bernyanyi. Maka teman-temannya mendengar nyanyian kedua budak wanita itu".  Berkata Abu Thalib Al-Makki : "Ditanyakan Abil-Hasan bin Salim : 'Bagaimana tuan menantang mendengar lagu. Dan adalah Al-Junaid, Sirri As-Saqathi dan Dzun-Nun mendengarnya?". Maka Abil-Hasan menjawab : "Bagaimana aku menantang mendengar lagu, padahal telah diperbolehkan dan didengar oleh orang-orang yang lebih baik daripadaku. Sesungguhnya adalah Abdullah bin Ja'far Ath-Thayyar mendengar lagu. Dan yang aku tantang, ialah senda gurau permainan dalam mendengar lagu itu".  Diriwayatkan dari Yahya bin Ma'adz, bahwa Yahya berkata : "Kami berketiadaan tiga perkara. Maka kami tidak melihatnya dan aku tidak melihatnya, bertambah, melainkan kurangnya kebagusan muka serta pemeliharaan, kebagusan perkataan serta keagamaan dan kebagusan persaudaraan serta kesetiaan. Aku melihat pada sebagian kitab-kitab, akan ini, diceritakan dengan sebenarnya dari Al-Harits Al- Muhasibi. Dan padanya menunjukkan, bahwa Al-Harits membolehkan mendengar nyanyian, serta zuhudnya dan pemeliharaan kesan hatinya dan kesetiaannya kepada agama".  Abu Thalib Al-Makki berkata : "Adalah Ibnu Mujahid tidak memperkenankan suatu undangan, kecuali ada padanya nyanyian". Dan bukan seorang yang menceritakan, bahwa Abu Thalib berkata : "kami berkumpul pada suatu undangan dan bersama kami, Abul Qasim bin Bintu Muni', Abu Bakar bin Daud dan Ibnu Mujahid bersama teman-teman mereka. Maka datanglah nyanyian. Lalu Ibnu Mujahid mendorong bin Bintu Muni', supaya mengajak bin Daud mendengarnya. Maka Bin Daud menjawab : 'Disampaikan kepadaku oleh ayahku, dari Ahmad bin Hambal, bahwa Ahmad bin Hambal memandang makruh mendengar nyanyian. 

TerPopuler