Hubungan Antara Hati dan Akal -->

Hubungan Antara Hati dan Akal

Saturday, March 21, 2020, March 21, 2020

Arti Nafas, Roh, Hati dan Akal 



Ketahuilah, bahwa nama-nama yang empat ini dipakai pada bab-bab ini. Dan sedikitlah dalam kalangan ulama-ulama yang terkemuka, yang mendalami pengetahuannya tentang nama-nama ini, tentang perbedaan pengertian-pengertiannya, batas-batasnya dan apa yang dinamakan dengan nama-nama tersebut. Kebanyakan kesalahan itu terjadinya kerana kebodohan dengan arti nama-nama ini dan persekutuannya diantara apa yang dinamakan itu yang bermacam-macam. Dan kami akan menguraikan arti nama-nama tersebut, yang menyangkut dengan maksud kami. Perkataan pertama : perkataan hati. Dan itu ditujukan kepada dua pengertian. Pertama : daging yang berbentuk buah shanaubar, terletak pada pinggir dada yang kiri. Yaitu : daging khusus. Dan didalamnya ada lobang. Dalam lobang itu darah hitam. Itulah sumber nyawa dan tambangnya. Dan kami tidak bermaksud sekarang menguraikan bentuknya dan caranya. Kerana itu menyangkut dengan maksud dokter-dokter. Dan tiada menyangkut dengan maksud-maksud keagamaan. Hati itu pada hewan. Bahkan ada pada orang mati. Dan apabila kami menyebutkan secara mutlak, perkataan hati (al-qalb) dalam kitab ini, maka tidaklah kami maksudkan yang demikian. Karena itu adalah sepotong daging, yang tidak berharga. Dan itu termasuk sebagian dari alam yang dapat diperintah dan dilihat (alamul-mulki wasy-syahadah), Karena hewan pun dapat mengetahuinya dengan pancaindra melihat, lebih-lebih lagi manusia. Kedua : yaitu : yang halus (lathifah), ketuhanan (rabbaniyah), kerohanian (ruhaniyah). Dia dengan : hati yang bertubuh (al-qalbi al-jismany) itu, mempunyai hubungan. Yang halus itu, ialah hakikat manusia. Dialah yang merasa, yang mengetahui, dan mengenal, dari manusia. Dialah yang ditujukan dengan pembicaraan, yang disiksa, yang dicaci dan yang dicari. Ia mempunyai hubungan dengan hati yang bertubuh. Akal kebanyakan manusia, heran untuk mengetahui cara hubungannya. Karena hubungannya itu menyerupai, hubungan sifat (aradl) dengan tubuh (jisim). Hubungan sifat dengan yang bersifat (maushuf). Atau hubungan pemakai alat dengan alatnya. Atau hubungan orang bertempat dengan tempatnya.


Dan menguraikan yang demikian itu, termasuk apa yang kami takuti, karena dua pengertian.  Pertama : bahwa yang demikian itu menyangkut dengan Ilmu Mukasyafah. Dan tidaklah maksud kami dari kitab ini, selain : Ilmu Mu'amalah.  Kedua : bahwa mencari hakikatnya itu meminta disiarkan rahasia roh (nyawa). Dan yang demikian itu termasuk hal yang tidak diperkatakan oleh Rasulullah SAW. Maka tidaklah bagi orang lain, bahwa memperkatakannya. Yang dimaksudkan: bahwa apabila kami menyebutkan perkataan hati (al qalb) dalam kitab ini, maka yang kami maksudkan, ialah : yang halus (lathifah) itu. Dan maksud kami, ialah menyebutkan sifat-sifat dan keadaannya, bukan menyebutkan hakikatnya pada zatnya. Dan ilmu mu'amalah itu menghendaki kepada menyebutkan hakikatnya. Perkataan kedua : nyawa (ruh). Dia juga ditujukan pada yang menyangkut, dengan jenis maksud kami, karena dua pengertian:  Pertama : tubuh halus (jisim lathif). Sumbernya itu lobang hati yang bertubuh. Lalu bertebar dengan perantaraan urat-urat yang memanjang, kesegala bagian tubuh yang lain. Mengalirnya dalam tubuh, membanjirnya cahaya hidup, perasaan, penglihatan, pendengaran, dan penciuman daripadanya kepada anggota-anggotanya itu, menyerupai membanjirnya cahaya dari lampu yang berkeliling pada sudut-sudut rumah. Sesungguhnya cahaya itu tidak sampai kepada sebagian dari rumah, melainkan terus disinarinya.   Dan hidup itu adalah seperti cahaya yang kena pada dinding. Dan nyawa itu adalah seperti lampu. Berjalannya nyawa dan bergeraknya pada batin, adalah seperti bergeraknya lampu pada sudut-sudut rumah, dengan digerakkan oleh penggeraknya.  Dokter-dokter, apabila menyebutkan secara mutlak perkataan : nyawa, maka yang dikehendaki oleh mereka, ialah : pengertian ini. Yaitu : uap yang halus, yang dimasakkan oleh kepanasan al-qalb (hati). Dan tidaklah uraiannya menjadi maksud kami, karena yang menyangkut dengan itu, adalah maksud dokter-dokter yang mengobati tubuh.


Adapun maksud dokter-dokter agama, yang mengobati hati, sehingga terbawa kesisi Tuhan Semesta Alam, tidaklah sekali-kali menyangkut dengan uraian nyawa itu. Pengertian kedua : yang halus dari manusia, yang mengetahui dan yang merasa. Dan itulah yang kami uraikan tentang salah satu pengertian hati. Dan itulah yang dikehendaki oleh Allah Ta'ala dengan firmanNya:  قل الروح من امرربى (الإسراء)   (Qulir-ruuhu min amri rabbi)  Artinya : "Jawablah! Nyawa(roh) itu termasuk urusan Tuhanku". (QS. Al-Isra, ayat 85)  Dan itu adalah urusan ketuhanan yang menakjubkan, yang melemahkan akal dan paham daripada mengetahui hakikatnya. Perkataan ketiga : nafas. Dia juga bersekutu diantara beberapa pengertian. Dan yang menyangkut dengan maksud kami daripadanya adalah dua pengertian: Pertama : bahwa yang dimaksudkan dengan demikian itu, ialah pengertian yang menghimpunkan sifat-sifat tercela pada manusia. Lalu mereka berkata : tak boleh tidak melawan nafsu dan menghancurkannya. Ke situlah isyaratnya sabda Nabi SAW.   أعدى عدوك نفسك التى بين جنبيك  (A'daa aduwwika nafsu-kallati baina janbaika).  Artinya : "Musuhmu yang terbesar, ialah nafsumu yang berada diantara dua lambungmu"

Pengertian kedua : yaitu : yang halus (lathifah) yang telah kami sebutkan di atas, dimana pada hakikatnya : itulah manusia. Yaitu : diri manusia dan zatnya. Tetapi disifatkan dengan bermacam-macam sifat, menurut bermacam-macam keadaannya. Apabila dia itu tenang, dibawah perintah dan jauh dari kegoncangan disebabkan penantangan nafsu syahwat, maka dinamakan : nafsu mutmainnah (diri atau jiwa yang tenang). Allah Ta'ala berfirman tentang contohnya:  ياايتها النفس المطمئنة ارجعي إلى ربك راضية مرضية (الفجر ٢٧ـ٢٨)  Artinya : "Hai jiwa yang tenang-tenteram! Kembalikah  kepada Tuhanmu, merasa senang (kepada Tuhan) dan (Tuhan) merasa senang kepadanya". (QS. Al-Fajr, 27-28) Jiwa (nafsu) dengan pengertian pertama, tidaklah tergambar kembalinya kepada Allah Ta'ala. Sesungguhnya dia itu menjauh dari Allah. Dan dia itu termasuk golongan setan.

Apabila tidak sempurna ketenangannya, akan tetapi jadi pendorong kepada nafsu syahwat dan penantangnya, maka dinamakan: nafsu lawwamah (jiwa yang mencela). Karena jiwa itu mencela tuannya ketika teledor pada menyembah Tuhannya. Tuhan berfirman:  ولااقسم بالنفس الدوامة (القيامة : ٢)  (Wa laa uqsimu bin-naf sil-lawwa-mah). "Dan Aku bersumpah dengan jiwa yang amat mencela (kejahatan)". (QS. Al-Qiamah, ayat 2) Kalau nafsu (jiwa) itu meninggalkan tantangan, tunduk dan patuh, menurut kehendak nafsu-syahwat dan panggilan setan, maka dinamakan : nafsu yang menurut kepada yang jahat (an-naf-sul-amma-rah bis-suu-i). Allah Ta'ala berfirman, menceritakan tentang Jusuf As. atau istri seorang pembesar (Mesir yang membujuk Jusuf As)  وماابرئ نفسى، ان النفس لا مارةباالسوء (يوسف : ٥٣)  (Wa maa ubarri-u nafsii, innan-nafsa la-am-maaratum bis-suu-i). Artinya: "Dan aku tidaklah membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu suka menyuruh kepada yang buruk". (QS. Jusuf, ayat 53) Kadang-kadang boleh dikatakan bahwa yang dimaksud dengan suka menyuruh kepada yang buruk itu, ialah : nafsu dengan pengertian pertama. Jadi, nafsu dengan pengertian pertama itu, sangat tercela. Dan dengan pengertian kedua itu, terpuji. Kerana dia adalah nafsu (diri) manusia. Artinya : zat dan hakikatnya, yang mengetahui Allah Ta'ala dan pengetahuan-pengetahuan lainnya. Perkataan keempat : akal. Itu juga bersekutu dengan pengertian yang bermacam-macam, yang telah kami sebutkan pada "kitab Ilmu".


Dan yang menyangkut dengan maksud kami dari jumlah pengertiannya, ialah dua pengertian.  Pertama : sesungguhnya, kadang-kadang ditujukan dan dimaksudkan dengan akal itu : pengetahuan tentang hakikat segala keadaan. Maka akal itu, ibarat dari sifat-sifat ilmu, yang tempatnya hati.  Pengertian kedua : sesungguhnya, kadang-kadang ditujukan dan dimaksudkan dengan akal itu : ialah yang memperoleh pengetahuan itu. Dan itu adalah: hati, Yakni : yang halus itu.  Kita mengetahui, bahwa tiap-tiap orang yang berilmu, maka ia mempunyai wujud pada dirinya. Yaitu: pokok yang berdiri dengan sendirinya. Dan ilmu itu suatu sifat yang bertempat padanya. Dan sifat itu, bukan benda yang disifatkan.  Kadang-kadang akal itu ditujukan dan dimaksudkan : sifat orang yang berilmu. Dan kadang-kadang ditujukan dan dimaksudkan : tempat pengetahuan yakni : yang mengetahui. Dan itulah yang dimaksudkan dengan sabda Nabi SAW :  أول ماخلق الله العقل   (Awwalumaa khala-qa'la-laahu'l-aqlu).  Artinya : "Yang pertama-taman dijadikan oleh Allah, ialah akal"  Sesungguhnya ilmu itu sifat (aradl), yang tidak tergambar bahwa dia itu makhluk pertama. Tetapi, tak boleh tidak, bahwa adalah tempat itu, yang dijadikan sebelum ilmu atau bersama ilmu. Dan karena tidak mungkin ditutujukan perkataan kepada ilmu.  Pada hadits, Allah Ta'ala berfirman kepada akal : "Menghadaplah!". Lalu ia menghadap. Kemudian Allah berfirman kepada akal : "Membelakanglah!", lalu ia membelakang..., sampai akhir hadits.  Jadi, sesungguhnya telah terbuka kepada kita, bahwa pengertian nama-nama tersebut itu ada. Yaitu: hati-his ani (hati yang berbentuk jisim), roh, jismani (berbentuk jisim), nafsu syahwat dan ilmu.  Maka inilah empat pengertian yang ditujukan kepada empat perkataan. Dan pengertian yang kelima, yaitu, yang halus dari manusia, yang mengetahui dan yang merasa. Dan perkataan empat itu keseluruhannya, banyak sekali datang pemakaiannya kepada yang halus itu.  Maka pengertian itu lima dan perkataannya empat. Tiap-tiap perkataan, ditujukan kepada dua pengertian. Dan kebanyakan ulama, telah meragukan kepada mereka, perbedaan kata-kata tersebut dan kebiasaan pemakaiannya. Maka anda akan melihat mereka, memperkatakan tentang gurisan-gurisan hati (al-khawaathir). Dan mereka mengatakan ini gurisan akal, ini gurisan jiwa, ini gurisan hati dan ini gurisan nafsu (diri). Dan orang yang memperhatikan, tiada akan tahu perbedaan pengertian nama-nama itu. Dan untuk menyingkap tutupnya dari yang demikian itu, kami telah dahulukan uraian nama-nama tersebut.



TerPopuler