Adab Seorang Pelajar dan Pengajar -->

Adab Seorang Pelajar dan Pengajar

Friday, March 20, 2020, March 20, 2020

Adab Bagi Pelajar dan Pengajar




Kami maksudkan dengan yang demikian, ialah memperoleh latihan disebabkan kekerasan manusia. Dan berjuang menahan kesakitan dari manusia, untuk menghancurkan nafsu dan memaksakan segala keinginan (nafsu syahwat). Dan itu adalah setengah dari faedah-faedah yang diperoleh dengan bercampur baur, terhadap orang yang tidak terdidik budi pekertinya dan tidak tunduk hawa nafsunya kepada batas-batas agama. Dan kerana inilah, diperkenankan pelayan-pelayan kaum sufi di pondok-pondok (langgar-langgar). Lalu kaum sufi itu bercampur baur dengan manusia, dengan pelayanan mereka. Dan dengan orang-orang pasar, untuk meminta sesuatu dari mereka. Untuk menghancurkan kekebalan diri dan mencari pertolongan dari barokah do'a orang-orang sufi, yang mengarahkan seluruh cita-citanya kepada Allah SWT.

Dan ini adalah pangkal bertolak (mabda) pada masa-masa yang lampau. Sekarang sesungguhnya telah dicampur baurkan oleh maksud-maksud yang batil. Dan telah mengenal yang demikian itu, dari undang-undang (qanun), sebagaimana telah mengetahui simbol-simbol agama yang lain. Lalu jadilah, dicari daripada merendahkan diri (tawadhu) itu dengan pelayanan, akan memperbanyak ikutan, bersangkutan mengumpulkan harta dan menampakkan dengan banyak pengikut. Jikalau inilah yang menjadi niat, maka mengasingkan diri (uzlah) itu lebih baik daripada yang demikian itu, walau kekuburan sekalipun. Dan jikalau adalah niat itu melatih jiwa, maka itu adalah lebih baik daripada uzlah, terhadap orang yang memerlukan kepada latihan. Dan yang demikian adalah termasuk setengah daripada yang dihajati pada permulaan kehendak tadi. Maka setelah berhasil latihan. Seyogialah dipahami bahwa hewan tidaklah dicari dari latihannya itu, akan diri latihan. Tetapi yang dimaksudkan dari padanya, ialah untuk membuat hewan itu menjadi kendaraan, yang dapat menempuh perjalanan berhari-hari dan memendekan jalan di atas punggung kendaraan itu.


Dan badannya adalah hewan kendaraan bagi hati, yang dikendarainya untuk berjalan ke jalan akhirat. Dan pada kendaraan itu ada hawa nafsu. Jikalau tidak dihancurkan, niscaya ia akan melawan dijalanan. Orang yang menggunakan waktunya sepanjang umur dengan latihan, niscaya adalah seperti orang yang menggunakan waktu sepanjang umur hewan kendaraannya itu dengan melatihnya. Dan tidak pernah mengendarainya. Maka ia tidak mengambil faedah daripada hewan kendaraan itu, selain terlepasnya pada waktu itu dari gigitan, sepak dan terjangan hewan kendaraan tersebut. Demi sebenarnya, itu adalah faedah yang dimaksudkan! Tetapi faedah yang seperti itu dapat diperoleh dari binatang mati. Dan sesungguhnya hewan kendaraan itu dimaksudkan untuk faedah yang dihasilkan dari hidupnya. Maka seperti itu pula, terlepasnya dari kepedihan nafsu syahwat di waktu itu, dapat dihasilkan dengan tidur dan mati. Dan tiada Seyogialah dicukupkan dengan yang demikian. Seperti pendeta yang dikatakan kepadanya : "Hai pendeta!". Lalu ia menjawab : "Bukanlah aku ini pendeta. Sesungguhnya aku adalah anjing galak. Aku penjarakan diriku, sehingga aku tidak menggigit manusia".


Dan ini adalah baik, dibandingkan dengan orang yang melukai manusia. Tetapi tidak Seyogialah, disingkatkan kepada itu saja. Kerana orang yang membunuh diri, juga tidak melukakan manusia. Tetapi seyogialah menoleh kepada tujuan yang dimaksudkan dengan demikian. Dan siapa yang memahami akan demikian dan mendapat petunjuk kepada jalan dan sanggup kepada menjalani jalan itu, niscaya teranglah baginya bahwa uzlah itu, lebih menolong kepadanya, dibandingkan dengan bercampur baur (mukhalathah). Maka yang lebih utama bagi orang yang seperti ini ialah mukhalathah pada awalnya dan uzlah pada akhirnya. Adapun mengajar adab sopan santun (ta'dib), maka sesungguhnya yang kami kehendaki dengan ta'dib itu, ialah melatih orang lain. Dan itu adalah keadaan guru (syaikh) kaum sufi bersama kaum sufi. Guru itu tidak sanggup mendidik mereka, kecuali dengan bercampur baur dengan mereka. Dan hal-ihwal syaikh itu ialah hal-ihwal guru. Dan kedudukannya pun adalah kedudukan guru. Dan berjalanlah padanya pada yang berjalan pada penyiaran ilmu, dari bahaya-bahaya yang halus dan ria. Kecuali bahwa tempat-tempat sangkaan mencari dunia dari murid murid yang belajar untuk memperoleh latihan itu, adalah lebih jauh dari bahaya-bahaya dari para penuntut ilmu.

Kerana itulah tampak pada mereka itu sedikit orangnya dan pada penuntut ilmu itu banyak. Maka seyogialah, bahwa dibandingkan apa yang mudah baginya dari khilwah (bersemedi), dengan apa yang mudah baginya dari mukhalathah (bercampur baur) dan mendidik orang banyak. Dan hendaklah dihadapkan yang satu dengan lainnya. Dan hendaklah dipilih yang lebih utama (al-afdlal). Dan yang demikian dapat diketahui dengan ijtihad yang halus dan berlainan menurut keadaan dan orang. Maka tidaklah mungkin menetapkan hukumnya secara mutlak, dengan tidak (nafi) dan ya (istbat).












TerPopuler