Hukum membawa anak balita di masjid memang bagus dan baik juga dapat membawa kebaikan kalau niatnya untuk kebaikan pun sebaliknya, jadi jangan sampai kita salah persepsi dalam memahami hukum yang berlaku dengan dalih mendidik, mengajar atau pun mencontoh kerana segala sesuatu itu ada hukumnya dan hukum akan tetap berlaku bagi siapa saja sebagaimana mestinya.
Hanya saja para ulama memberikan rambu-rambu yang perlu diperhatikan orang tua. Pertimbangan ini dimaksudkan agar masjid sebagai tempat ibadah tidak terkurangi nilainya. Berikut ini kami kutipkan keterangan Syekh Abu Zakariya Al-Anshari.
ﻗَﻮْﻟُﻪُ : ﻭَﻳُﻤْﻨَﻊُ ﺍﻟﺼِّﺒْﻴَﺎﻥُ ﺇﻟَﺦْ ) ﺃَﻓْﺘَﻰ ﻭَﺍﻟِﺪُ ﺍﻟﻨَّﺎﺷِﺮِﻱِّ ﺑِﺄَﻥَّ ﺗَﻌْﻠِﻴﻢَ ﺍﻟﺼِّﺒْﻴَﺎﻥِ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻤَﺴْﺠِﺪِ ﺃَﻣْﺮٌ ﺣَﺴَﻦٌ ، ﻭَﺍﻟﺼِّﺒْﻴَﺎﻥُ ﻳَﺪْﺧُﻠُﻮﻥَ ﺍﻟْﻤَﺴْﺠِﺪَ ﻣِﻦْ ﻋَﻬْﺪِ ﺭَﺳُﻮﻝِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺇﻟَﻰ ﺍﻟْﺂﻥَ ﻣِﻦْ ﻏَﻴْﺮِ ﻧَﻜِﻴﺮٍ ﻭَﺍﻟْﻘَﻮْﻝُ ﺑِﻜَﺮَﺍﻫَﺔِ ﺩُﺧُﻮﻝِ ﺍﻟﺼِّﺒْﻴَﺎﻥِ ﺍﻟْﻤَﺴْﺠِﺪَ ﻟَﻴْﺲَ ﻋَﻠَﻰ ﺇﻃْﻠَﺎﻗِﻪِ ﺑَﻞْ ﻣُﺨْﺘَﺺٌّ ﺑِﻤَﻦْ ﻟَﺎ ﻳُﻤَﻴِّﺰُ ﻟَﺎ ﻃَﺎﻋَﺔَ ﻓِﻴﻬَﺎ ﻭَﻟَﺎ ﺣَﺎﺟَﺔَ ﺇﻟَﻴْﻬَﺎ ﻭَﺇِﻟَّﺎ ﻓَﺄَﺟْﺮُ ﺍﻟﺘَّﻌْﻠِﻴﻢِ ﻗَﺪْ ﻳَﺰِﻳﺪُ ﻋَﻠَﻰ ﻧُﻘْﺼَﺎﻥِ ﺍﻟْﺄَﺟْﺮِ ﺑِﻜَﺮَﺍﻫَﺔِ ﺍﻟﺪُّﺧُﻮﻝِ
Artinya, “(Anak-anak dilarang...) Walid An-Nasyiri mengeluarkan fatwa bahwa pengajaran anak-anak di masjid adalah hal yang baik. Anak-anak bebas memasuki masjid sejak era Rasulullah SAW hidup hingga kini tanpa dipermasalahkan. Pendapat yang menyatakan makruh atas masuknya anak-anak ke dalam masjid tidak berlaku secara mutlak. Kemakruhan ini berlaku hanya untuk anak-anak yang belum mumayyiz yang belum terbebani ibadah dan hajat terhadapnya. Tetapi pahala pengajaran anak-anak melebihi pengurangan pahala karena hukum makruh anak-anak memasuki masjid,” (Syekh Zakariya Al-Anshari, Asnal Mathalib Syarhu Raudhatit Thalib, Juz 3, halaman 108).
Keterangan di atas membagi anak kecil mejadi dua kategori. Pertama, mumayyiz (anak yang sudah membedakan baik dan buruk, serta telah mengerti bahasa atau aturan). Kedua belum mumayyiz , anak yang belum bisa menimbang baik dan buruk (biasanya anak di bawah usia lima tahun).
Hukum makruh hanya jatuh pada anak kecil yang belum mumayyiz karena dikhawatirkan mencemari masjid lantaran belum mengerti, khawatir mereka membuang kotoran tanpa diduga. Namun hal ini bisa diantisipasi dengan pembalut anak (pampers) yang rapat. Di samping itu anak-anak yang belum
mumayyiz belum bisa menerima peringatan untuk tenang agar tidak mengganggu aktivitas shalat pengunjung lainnya. Ini yang repot. Karenanya ulama menyatakan makruh.
Baiknya memang ada ruangan masjid khusus orang tua yang membawa anak di bawah umur dengan jaminan pembalut yang rapat. Menciptakan “masjid ramah anak” memang membutuhkan kesiapan manajemen, tata ruang, dan kesadaran tinggi seluruh jamaah. Padahal anak di bawah umur juga memiliki hak guna terhadap masjid.
Saran kami, berilah keteladanan shalat untuk anak-anak di rumah atau di masjid bagian belakang agar si anak juga tidak mengganggu jamaah lainnya. Orang tua harus menjamin kesucian masjid dengan memberikan pengamanan anak-anak lewat pembalut yang rapat.
Demikian yang dapat kami kemukakan. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka dalam menerima saran dan kritik dari para pembaca.