Islam Nusantara Diterima oleh Tokoh Ulama Internasional, Ditolak oleh Tokoh Lokal yang Tidak Paham -->

Islam Nusantara Diterima oleh Tokoh Ulama Internasional, Ditolak oleh Tokoh Lokal yang Tidak Paham

Friday, July 27, 2018, July 27, 2018

Islam Nusantara Diterima oleh Tokoh Ulama Internasional, Ditolak oleh Tokoh Lokal yang Tidak Paham

Oleh Ahmad Ishomuddin
Di bawah ini adalah tulisan terkait tema Islam Nusantara yang saya tulis disela-sela kesibukan mengikuti konferensi internasional yang diikuti para ulama moderat dari berbagai penjuru dunia Islam. Meski ditulis sudah sangat lama (Mei 2016), saya merasa perlu menampilkan kembali sebagai bacaan yang barangkali ada manfaatnya bagi yang berkenan membacanya, meskipun tidak banyak.
Konsep Islam Nusantara yang digulirkan oleh PBNU ternyata disambut baik, disetujui dan siap diterapkan oleh ulama moderat dari seluruh penjuru dunia muslim yang aktif dalam International Summit of The Moderate Islamic Leadership di Jakarta Convention Centre, Jakarta (09-11/05/2016). Meskipun pada awalnya menuai penolakan dari sebagian kecil tokoh muslim di negeri kita yang enggan melakukan klarifikasi kepada PBNU dan sebenarnya sangat tidak tahu menahu atau gagal paham dengan istilah tersebut.
Demikianlah ciri khas sebagian umat Islam di negeri kita yang cenderung lebih suka menerima apa saja yang datang dari luar negeri, seperti HTI misalnya, meskipun tidak tahu apa manfaat dan bahayanya, dari pada apa yang murni digagas oleh tokoh-tokoh muslim nasionalis yang paling berpengaruh di negeri sendiri.
Mereka, para peserta ISOMIL, banyak berharap kepada Nahdlatul Ulama sebagai organisasi umat Islam terbesar di dunia untuk pro aktif bekerja sama dalam mewujudkan perdamaian di seluruh wilayah muslim di Timur Tengah yang tidak henti-hentinya dilanda konflik dan peperangan yang sangat merugikan umat Islam, namun menguntungkan negara-negara Barat seperti Amerika dan sekutu-sekutunya.
Keutuhan NKRI yang terjaga dengan baik tidak terlepas dari peran besar warga NU yang sangat menaati para kyai mereka dalam hal pentingnya mencintai dan membela tanah air (nasionalisme/al-wathaniyyah) dan kepatuhan terhadap ajaran agama. Keutuhan, kedamaian dan persatuan umat Islam dan non-muslim di seluruh penjuru Indonesia yang dibangun atas dār al-salām (bukan dār al-Islām) dengan dasar Pancasila itu sangatlah layak diteladani oleh umat manusia di seluruh dunia, baik di Barat maupun di Timur, terutama negara-negara muslim di Timur Tengah.
Umat Islam wajib membangun kesadaran beragama yang lebih positif, menciptakan solidaritas, mewujudkan persatuan di bawah kepemimpinan setiap ulamanya untuk mencegah terjadinya setiap kekerasan, pertikaian dan pertumpahan darah atas nama agama, karena yang demikian itu justru merusak citra ajaran Islam dan menodai kehormatan umat Islam di hadapan non muslim di seluruh penjuru dunia, serta menciptakan ketegangan, kekerasan dan kecurigaan terhadap umat Islam sendiri.
Saya berharap agar umat Islam Indonesia, terutama para tokohnya, agar tidak tergesa-gesa menolak konsep Islam Nusantara yang tiada lain adalah Islam Ahlussunnah wal Jamaah an-Nahdliyyah yang mencita-citakan terwujudnya Islam rahmatan lil-‘ālamīn melalui prinsip-prinsip keadilan, moderasi, toleransi dan keseimbangan, sebagaimana selalu diperjuangkan oleh para pendiri dan para kiai NU sepanjang hayatnya.
Islam sebagaimana dimaklumi adalah agama yang diturunkan kepada Rasulullah Muhammad SAW untuk seluruh umat manusia sebagai rahmat untuk alam semesta (rahmatan li al-‘alamin).
Mula-mula Islam diturunkan di wilayah Arab yang kemudian disebarluaskan oleh para juru dakwah ke seluruh penjuru dunia, termasuk ke wilayah Nusantara. Oleh karena itu, pada prinsipnya tidak ada perbedaan antara Islam yang diturunkan di wilayah Arab dengan Islam yang sampai ke Nusantara. Artinya, eksistensi konsep Islam Nusantara tidak dimaksudkan untuk merubah Islam yang pernah diturunkan di Arab dan tidak pula anti Arab.
Islam Nusantara mengupayakan terwujudnya ajaran Islam yang rahmatan li al-‘alamin. Justru Islam Nusantara lahir karena watak Islam sendiri yang rahmatan li al-‘alamin.
Ajaran Islam–sebagaimana juga dimaklumi–secara garis besar terdiri dari tiga bagian besar. Pertama, aqidah yang merupakan fondasi dalam beragama, berisi tentang apa yang wajib diyakini dengan sebenar-benarnya. Kedua, syari’ah dan fikih. Ketiga, akhlak dan tasawuf.
Ajaran Islam dalam kategori pertama yang berkaitan dengan akidah dan kategori ketiga yang berkaitan dengan akhlak/tashawwuf bukanlah ranah garapan Islam Nusantara, karena kesamaannya dengan yang berada di wilayah selain wilayah Nusantara.
Adapun syari’ah dan fikih yang pada hakikatnya terdiri dari dua bagian, yaitu: Pertama, hal-hal yang sifatnya tetap (al-tsawabit) dan tidak boleh mengalami perubahan, seperti tata cara peribadatan yang sama di kalangan muslim Nusantara maupun wilayah lainnya. Kedua, hal-hal berupa ajaran Islam yang bisa berubah (al-mutaghayyirat) karena pertimbangan waktu, tempat, kondisi dan adat istiadat.
Bagian kedua ini merupakan lapangan ijtihadiyyah karena dua sebab, yakni (1) keberadaan teks-teks suci baik berupa ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi SAW yang terbuka bagi penafsiran atau interpretatif (al-muhtamilat) dan (2) keberadaa persoalan kehidupan yang al-maskut’anhu (tidak dijelaskan aturannya dalam teks suci), seperti suatu persoalan yang tidak ditemukan dalilnya, baik yang memerintahkan maupun yang melarangnya. Jadi, wilayah bahasan substantif Islam Nusantara terbatas pada ajaran Islam yang dimungkinkan berubah karena kedua faktor penyebab tersebut.
Dengan demikian, substansi Islam Nusantara diantaranya menyoroti gagasan tentang pentingnya nasionalisme religius yang di dalam terimplementasikan dua tugas pokok negara yakni menjaga eksistensi agama dan mengatur kehidupan dunia agar lebih aman, damai (tidak saling menumpahkan darah), harmonis dan makmur. Selain itu, juga menyoroti ajaran Islam yang secara moderat menghargai dan akomodatif terhadap adat istiadat dan budaya setempat terutama di wilayah Nusantata selama tidak dilarang dalam ajaran Islam, sesuai kaidah fikih yang dikemukakan oleh Ibn ‘Uyainah, la yanbaghi al-khuruju min ‘adati al-nas illa fi al-haram.
Pendek kata, Islam Nusantara adalah prototype ajaran Islam moderat yang ramah, yang rahmatan li al-‘alamin dalam bingkai paham Ahlussunnah wal Jama’ah an-Nahdliyyah yang berurat berakar di bumi Nusantara lagi patut menjadi teladan bahkan bagi umat Islam di wilayah Arab dan Timur Tengah yang hingga kini terus menerus bertikai dan berpecah belah.
Penulis adalah Rais Syuriyah PBNU, Dosen UIN Raden Intan Lampung

TerPopuler