Blogger Jateng

KH Sahal Mahfudh: Khittah 1926 Bukan Sekedar NU Menjauhi Politik Praktis, Tapi...



KH Sahal Mahfudh: Khittah 1926 Bukan Sekedar NU Menjauhi Politik Praktis, Tapi...

Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) periode 1999-2014, KH Sahal Mahfudh, mengatakan, Khittah NU 1926 seharusnya tidak hanya dimaknai bahwa NU menjauhi praktik politik praktis. Akan tetapi, Khittah NU 1926 juga merupakan nilai-nilai yang memberi identitas dan yang mempersatukan.
“Ia (Khittah NU 1926) adalah jalan damai, jalan tengah dan juga sebuah kesepakatan dasar terhadap arah dan strategi perjuangan bangsa ke depan secara keseluruhan, sebagaimana yang diamanatkan oleh para pendiri NU sejak berdiri di tahun 1926,” kata Kiai Salah, dikutip dari buku Pandu Ulama Ayomi Umat: Kiprah Sosial 70 Tahun Kiai Sahal.
Kiai Sahal menambahkan, keutuhan bangsa Indonesia ini ditandai dengan bersatunya ulama. Sementara persatuan ulama ditandai dengan solid dan utuhnya NU sebagai organisasi Islam yang bersifat sosial keagamaan (jam’iyah diniyyah ijtima’iyyah).
Kiai Sahal memperingatkan, jika ulama sibuk memikirkan dirinya masing-masing dan bercerai-berai, karena urusan politik praktis misalnya, maka bangsa ini akan hancur karena mereka kehilangan panutan (uswatun hasanah). 
Lebih lanjut, Kiai Sahal berharap agar para ulama tidak membawa atau menyeret atribut NU untuk kepentingan politik praktis.
“Jika hal itu dilakukan, maka akibatnya bukan hanya akan mencabik-cabik sesama warga NU tetapi juga wibawa organisasi akan kehilangan pamor,” jelasnya.
Memang, Kiai Sahal mengakui bahwa setiap warga negara, termasuk Nahdliyin, memiliki hak untuk ikut serta dalam praktik politik praktis. Akan tetapi, ia tidak membenarkan jika ada pengurus harian di salah satu jenjang kepengurusan NU juga menjabat sebagai pengurus di organisasi partai politik.
“Yang bersangkutan harus memilih salah satu diantaranya, apakah memilih aktif sebagai pengurus harian NU atau sebagai pengurus di salah satu partai politik,” tegasnya.
Sumber: NU.Online