Akhir-akhir ini tidak sedikit orang yang berlomba-lomba melaksanakan hal-hal yang dianggap sebagai sunah Rasulullah SAW. Semua urusan yang mereka baca dari hadits-hadits Rasul mendadak langsung dilaksanakan dengan anggapan bahwa urusan itu adalah sunah Rasul SAW.
Sebut saja memanah dan berkuda. Dua urusan ini menjadi urusan yang tidak jarang digaungkan lewat medsos-medsos berhubungan dengan ajakan dan kesunahan memanah. Tugas utama ini menjadi pertanyaan besar di pikiran kita: benarkah memanah atau berkuda tersebut sunah? Sekalipun sangat jelas untuk ditemukan bahkan sampai dilaksanakan di dalam masjid.
Hanya ada beberapa literatur hadits yang dimaksud keutamaan memanah. Salah satunya yang diriwayatkan adalah tafsir Rasulullah atas surat Al-Anfal ayat 60.
وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ
Artinya, “Siapkanlah guna hadapkan kekuatan apa saja yang Anda sanggupi.”
Penghasilan kena pajak menyampaikan ayat tersebut kemudian Nabi mengulang-ulang Suatu kalimat sejumlah Tiga kali untuk review mengartikan ayat Dari Al-Anfal Yang dibacanya.
ألا إِنَّ الْقُوَّةَ الرَّمْيُ
Artinya, “Ketahuilah, bahwasannya yang berhubungan dengan kekuatan itu adalah memanah.
Dalam hadits yang beda dituliskan Ibnu Hajar dalam Fathul Bari-nya juga diterangkan pasangan keutamaan seorang pemanah yang masuk surga sebab anak panahnya. Hadits ini diriwayatkan oleh Uqbah bin Amir. Juga terlihat satu hadis lagi yang menyatakan Kerugian untuk orang yang dapat memanah namun tidak melaksanakan kemampuannya, bahkan dalam riwayat Ibnu Majah orang yang tidak melakukan kemampuannya dalam memanah ekspresi sebagai orang yang durhaka untuk Rasul (maksiat dan berdosa ).
Seng, hadits-hadits tersebutlah yang disebut dasar kesunahan memanah sampai-sampai sebagian dari anda gencar sekali mengampanyekan memanah sampai menjadikan masjid sebagai lokasi memanah.
Tentunya, Masyarakat saya sti Memahami bagaimana Kelompok Sebuah Perbuatan Rasul tersebut sebagai sunah ATAU TIDAK. Atau dalam bahasa Kiai Ali Mustafa Yaqub, Anda harus memisahkan antara sunah atau agama dan kebiasaan dalam menyimak hadits.
Membaca hadits di atas, pensyarah Sunan Abu Dawud, Abdul Muhsin bin Hammad Al-Abbad mengatakan, hadits diucapkan untuk para kawan di masa perang kelemahan pasukan sampai-sampai senjata yang sangat efektif guna menunjang babak saat itu ialah panah menilik panah ialah Satu-Satunya Senjata Yang ADA ketika ITU.
Ibnu Hajar pun menekankan bahwa poin urgen dalam hadits-hadits di atas adalah kemampuan untuk mengungguli musuh yang lebih efektif. Maka Rasul pada saat itu melihat bahwa panah itu senjata yang sangat efektif. Rasul akan paling kesal sekali pada saat tersebut jika ada seorang pemanah jitu namun menyia-siakan kemampuannya.
Hal ini pasti sangat bertolak dengan senjata kini yang telah semakin berkembang dan dinamis. Bahkan mencampur ini pun bukan waktu perang terbuka ajakan menguasai memanah yang mengobrol Rasul pada kompilasi itu.
Dalam metode mengetahui hadits, kita diwajibkan untuk dapat membedakan antara sarana yang berubah dan destinasi yang tetap. Dalam urusan ini, panah itu sebuah sarana, bukan tujuan. Sedangkan kebebasan itu mampu mengungguli lawan.
Bahkan dari keterangan beberapa berpengalaman di atas, kita dapat menyelesaikan bahwa waktu adalah hanya sarana yang dapat digunakan pada saat itu . Jika pada masa sekarang, saat musuh menyerang Anda dari sekian banyak hal mulai persenjataan, siber, kepintaran dan keilmuan yang lain, maka sunahnya adalah menguasai sarana-sarana yang dipakai oleh pihak lawan itu, tidak mungkin saja memanah.
Jika berlatih memanah dan ingin berpengalaman menjadi pemanah, hukumnya melulu mubah. Tetapi Memandang pemanah Menjadi Suatu kesunahan Yang akhirnya memunculkan Perilaku TIDAK ETIS laksana berlatih di masjid Dan sebagainya lagipula Sampai menyalahkan orangutan Yang TIDAK DAPAT memanah ialah Sebuah Kesalahan. Wallahu alam. (M Alvin Nur Choironi / NU Online)