Semua yang
terhormat Anggota MUI dan FPI adalah pertanyaan tentang hukum yang menggunakan atribut non-Muslim dalam buku kuning belajar , minta untuk didengar:
Assalamualaikum pak ustadz, saya ingin tanya
Kalau tidak salah saya pernah baca katanya kelompok hanafiah, yang sahih untuk mereka, Malikiyyah dan pun jumhur Syafiiyyah bahwa barang siapa bertasyabbuh dengan orang kafir dalam urusan pakaian yang adalah syi'ar mereka yang dengannya memisahkan diri dari kaum muslimin dihukumi kafir secara dzahir yaitu dalam hukum hukum dunia .. pertanyaannya
A. Apakah benar bahwa Shaykhiyyah menganggap demikian?
B. apa ada pendapat ulama Syafiiyyah dan ulama mazhab lain berasumsi tidak menuliskan kafir bila bertasyabbuh laksana orang kafir dalam urusan pakaian, misalnya menggunakan baju yang ada gambar salib? Terima kasih sebelumnya pak ustadz ...
JAWABAN
HUKUM (SERUPA) DENGAN NON MUSLIM
1A. Tidak benar. Tashabuh atau serupa orang kafir antara makruh dan haram, yang maksimal haram (lihat uraian di bawah). Tidak sampai tingkat ketidakpercayaan kafir. Kecuali ketika ke tingkat membenarkan doktrin kafir dan menyalahkan Islam. Masalah ini telah dibahas secara rinci.
PENGGUNAAN HUKUM DARI TRANSMISI NON-MUSLIM ATAU BATANG
1B. Mengenakan pakaian berisi gambar salib bertentangan hukum di antara para ulama ada yang mengaku makruh ada yang menulis ilegal:
(A) Al-Rahibani, seorang sarjana dari sekte Hanbali, mengaku tidak sah karena keserupaannya kuat, tetapi tidak murtad. dalam Ullah Nuha fi Syarhi Ghayah Al-Muntaha, hal. 2/607, Al-Rahibani menyatakan:
وقولهم فيما تقدم: يكره تشبه بهم إذا لم يقو كشد الزنار, ولبس الفاختي, والعسلي, لأنه ليس بتشبه محض, وكثير من المسلمين يفعلونه في هذه الأزمنة من غير نكير, وأما المختص بهم كالعمامة الزرقاء والقلوصة, وتعليق الصليب في الصدر فهذا لا ريب في تحريمه , ويكون قولهم فيما تقدم مخصوصا بما هنا, والفرق ما في هذه من شدة المشابهة, وما ورد في الخبر فهو محمول على ما إذا قويت المشابهة
Artinya: Ucapan ulama bahwa makruh mirip orang kafir itu bilamana serupanya tersebut tidak kuat laksana ikatan sabuk di perut, menggunakan gesper, .. karena tersebut tidak mirip secara murni. Banyak umat Islam melakukan tersebut pada zaman ini tanpa ada ingkar. Adapun pakaian yang khusus guna mereka laksana sorban biru, cincin, menggantung salib di dada maka ini tidak diragukan keharamannya. Ucapan mereka (ulama) tersebut khusus dalam konteks ini. Adapun lain antara paling mirip dan tidak (dalam istilah hukum) terletak pada kemiripan yang kuat (atau lemah).
Dalam penjelasan di atas , Al-Rahibani membagi rupa (tasyabuh / musyabahah) dengan orang-orang tidak percaya dalam dua kelompok lemah dan kuat. Keserupaan yang powerful hukumnya haram, bila serupanya lemah hukumnya makruh. Maknanya, mirip kuat juga tidak sampai tingkat murtad.
(b) Al-Mardawi, seorang cendekiawan mazhab Hanbali, mengklaim bahwa penggunaan salib adalah tidak sah ketika dalam bentuk kalung dan makruh ketika dalam format gambar di baju. Dalam Al-Inshof fi Makrifat Ar-Rajih, para menteri Khilaf, hal. 3/257, Al-Mardawi menyatakan:
التشبه بالنصارى -مع بغضهم والبراءة من ملتهم-في خصوصيتهم الدينية المحضة بلبس شعارهم: (الصليب) محرم, وأما جعل صفة صليب في ثوب ونحوه فمكروه على المشهور
Artinya: Menyerupai orang Nasrani - dengan tetap tidak menyenangi mereka dan terbebas dari agama mereka - dalam kekhususan agama mereka yang murni dengan menggunakan baju syiar mereka: yaitu salib tersebut ilegal. Adapun membuat format salib di pakaian dan lainnya maka tersebut makruh menurut deskripsi dari pendapat yang masyhur.
Abul Khattab Al-Kalwadzani (madzhab Hanbali) dalam Al-Intishar fil Masail Al-Kibar, mengaku lebih tegas bahwa menggunakan kalung salib tersebut ilegal namun tidak kufur:
من تزيا بزي كفر, من لبس غيار وشد زنار وتعليق صليب بصدره: حرم ولم يكفر ".
Artinya: Siapa pun yang berpakaian dengan dekorasi orang-orang kafir seperti menggunakan sabuk Belus-gaya dan sabuk khas orang Kristen dan menggunakan rantai leher di dada, maka adalah haram tetapi tidak kafir.
(c) Makruh menggunakan kalung salib atau cross-dressing:
Al-Buhuti di Syarah Al-Muntaha, hal. 1/313, menyatakan:
(و) كره (مطلقا) في صلاة وغيرها (تشبه بكفار) ... (و) كره أيضا مطلقا جعل صفة (صليب في ثوب ونحوه) كعمامة وخاتم; لأنه من التشبه بالنصارى وظاهر نقل صالح: تحريمه, وصوبه في: الإنصاف
Artinya: Makruh absolut ketika shalat atau lainnya sejenisnya orang tidak percaya .. dan gambar makruh mutlak dari salib dalam pakaian dan yang lainseperti surban dan cincin karenatermasuk yang serupa Nazaren. Berdasarkan uraian dari thezahirnya Saleh quote: haram. Inibenar oleh Al-Mardawi dalam Al-Inshaf.
MADZHAB SYAFI'I KASUS PAKAIAN TUHAN DENGAN GILA
(d) Ibn Hajar Al-Asqalani dari madzhab Syafi'i di Fathul Bari Syarah Sahih Bukhari, hal. 1/484, menyatakan:
باب إن صلى في ثوب مصلب أو تصاوير هل تفسد صلاته وما ينهى عن ذلك
قوله: (باب إن صلى في ثوب مصلب) بفتح اللام المشددة, أي فيه صلبان منسوجة أو منقوشة أو تصاوير, أي في ثوب ذي تصاوير, كأنه حذف المضاف لدلالة المعنى عليه. وقال الكرماني: هو عطف على ثوب لا على مصلب, والتقدير أو صلى في تصاوير. ووقع عند الإسماعيلي "أو بتصاوير" وهو يرجح الاحتمال الأول, وعند أبي نعيم "في ثوب مصلب أو مصور"
قوله: (هل تفسد صلاته) جرى المصنف على قاعدته في ترك الجزم فيما فيه اختلاف, وهذا من المختلف فيه. وهذا مبني على أن النهي هل يقتضي الفساد أم لا? والجمهور إن كان لمعنى في نفسه اقتضاه, وإلا فلا.
قوله: (وما ينهى من ذلك) أي وما ينهى عنه من ذلك, وفي رواية غير أبي ذر "وما ينهى عن ذلك" وظاهر حديث الباب لا يوفي بجميع ما تضمنته الترجمة إلا بعد التأمل; لأن الستر وإن كان ذا تصاوير لكنه لم يلبسه ولم يكن مصلبا ولا نهي عن الصلاة فيه صريحا. والجواب أما أولا فإن منع لبسه بطريق الأولى, وأما ثانيا فبإلحاق المصلب بالمصور لاشتراكهما في أن كلا منهما قد عبد من دون الله تعالى. وأما ثالثا فالأمر بالإزالة مستلزم للنهي عن الاستعمال. ثم ظهر لي أن المصنف أراد بقوله مصلب الإشارة إلى ما ورد في بعض طرق هذا الحديث كعادته, وذلك فيما أخرجه في اللباس من طريق عمران عن عائشة قالت "لم يكن رسول الله - صلى الله عليه وسلم - يترك في بيته شيئا فيه تصليب إلا نقضه" . وللإسماعيلي "سترا أو ثوبا"
Artinya: Ketika seseorang shalat di baju yang berisi gambar salib atau gambar tidak membatalkan doanya dan sesuatu yang dilarang
Kalimat "Ketika shalat menggunakan kaos dari salib" berarti bahwa kemeja itu ada tanda bermotif atau gambar salib, yaitu dalam kaos bergambar ...
Ungkapan "Apakah doa batal dan kosong" penulis (yaitu Bukhari) tidak meyakinkan (membatalkan shalat) dalam masalah yang menjadi perbedaan para ulama. Sedangkan masalah ini, yaitu masalah citra salib, milik masalah khilafiyah. Asumsi ini berdasarkan apakah larangan (atau materi terlarang) berdampak membatalkan doa atau tidak? Jumhur ulama menyatakan bilamana larangan tersebut pada makna tersebut sendiri maka mengurungkan shalat, bila tidak maka tidak batal.
Kalimat "Sesuatu yang dilarang" .... satu , ketika membuat penutup dilarang bahkan lebih memakainya; kedua, menyamakan salib dengan gambar sebab samanya dua-duanya dalam hal sama-sama disembah di samping Allah; ketiga, gunakan order hilangkan itu atur batasan untuk memakainya ...
Penjelasan dari Ibnu Hajar pada dasarnya adalah bahwa menggunakan pakaian cross-dressing ketika doanya yang sah adalah ilegal. Tetapi itu tidak berdampak pada murtad.
Bahkan di bab beda Ibnu Hajar mengaku bahwa menggunakan sesuatu yang menjadi karakteristik agama non-muslim tersebut hukumnya makruh bilamana di luar shalat. Dan bilamana sesuatu tersebut sudah bukan lagi menjadi karakteristik agama tertentu maka kemakruhannya hilang. Di Fathul Bari, hal. 1/307, Ibnu Hajar mengakui dalam hal 'mayasir dan arjuwan' yaitu pangkalan kecil yang digunakan penunggang kuda yang tradisi kafir non-Arab:
: وإن قلنا النهي عنها من أجل التشبه بالأعاجم, فهو لمصلحة دينية, لكن كان ذلك شعارهم حينئذ وهم كفار, ثم لما لم يصر الآن يختص بشعارهم زال المعنى, فتزول الكراهة. والله أعلم
Artinya: Jika kita menganggap penggunaan ilegal mereka karena mirip dengan non-Arab, maka itu demi agama. Tetapi itu terjadi ketika dasar masih menjadi karakteristik mereka ketika mereka tidak percaya. Kemudian ketika dasar tidak lagi menjadi karakteristik mereka maka hilangkan artinya dan hilang pun hukum makruhnya.
Ibn Hajar Al-Asqalani menanggapi soal thailasan atau thayalisah, yakni pakaian orang Yahudi yang bentuknya laksana surban, apakah tergolong tasyabuh yang ilegal atau tidak. Di Fathul Bari, hal. 10/274, Ibn Hajar menyatakan:
وإنما يصلح الاستدلال بقصة اليهود في الوقت الذي تكون الطيالسة من شعارهم, وقد ارتفع ذلك في هذه الأزمنة فصار داخلا في عموم المباح
Arti: Argumen yang menggunakan thayalisah adalah hukum itu ilegal karena tasyabuh harus disajikan pada saat thayalisah menjadi karakteristik agama mereka. Saat ketika karakteristik ini itu telah hilang, maka baju ini masuk dalam kelompok umum yang dibolehkan.
KESIMPULAN
- Mirip dengan mereka yang kafir dalam soal pakaian di luar sholat makruh ketika pakaian masih menjadi ciri dan simbol agama mereka. Dan ketidaksabaran hilang ketika pakaian sudah bukan lagi menjadi karakteristik keagamaan.
- Mengenakan baju bergambar saat shalat makruh; menggunakan baju silang atau karakteristik hukum non-Muslim adalah ilegal tetapi doanya tetap sah. [alkhoirot.net].