Blogger Jateng

Kearifan Lokal yang Tergerus dan Hilang


Kearifan Lokal yang Tergerus dan Hilang

Kebudayaan Nusantara sedang terkena gelombang ‘tsunami’ arus budaya global yang masuk melalui pintu keterbukaan
informasi. Daya serap masyarakat terhadap budaya global ini cenderung lebih cepat, dibanding dengan budaya lokal. Buktinya,
adanya perubahan gaya hidup yang dipengaruhi penggunaan teknologi informasi. Satu misal, budaya silaturrahim yang biasanya dilakukan melalui bertatap muka, kini posisinya digantikan melalui teknologi media sosial, seperti whatsapp, facebook, twitter, dan sejenisnya.
Hal lain yang juga hengkang dari realitas di lingkungan kita adalah budaya gotong royong. Dulu, budaya ini mengakar kuat
dalam tradisi Nusantara. Sekarang hanya tinggal kenangan, sebab masyarakat sibuk dengan ambisi individualismenya masing-masing, dan mengukur segalanya dengan upah. Di desa, dewasa ini sangat sulit menemukan budaya gotong-royong yang dilakukan oleh warga. Padahal, budaya gotong-royong dahulu begitu akrab
didengar di perdesaan.
Misalnya, orang desa yang hendak memperbaiki kandang hewan peliharaan, hanya butuh kentongan sebagai alat bunyi yang menandakan bahwa keluarga tersebut sedang butuh bantuan.
Ketika kentongan tersebut berbunyi, warga datang berhamburan untuk membantu. Kemudian, mereka berbaur bersama. Begitu akrab dan bersemangat tanpa berharap upah. Sekarang, budaya
seperti ini sudah tidak jelas rimbanya.