Dikatakan bahwa ulama dhahir itu adalah hiasan bumi dan kerajaan. Dan ulama bathin adalah hiasan langit dan alam malakut. Berkata Al-Junaid ra. : "Bertanya As-Sirri guruku- kepadaku pada suatu hari : "Apabila engkau berpindah daripadaku, maka dengan siapa engkau bercakap-cakap?". Lalu aku jawab : "Dengan Al-Muhasibi". Maka ia berkata : "Ya, betul!
Ambillah dari ilmunya dan adab kesopanannya! Tinggalkanlah dari
engkau pemecahannya ilmu kalam dan serahkan itu kepada para ulama ilmu kalam sendiri (ulama mutakallimin)! '. Kemudian
tatkala aku berpisah, aku mendengar dia mengatakan : "Kiranya Allah menjadikan engkau seorang ahli hadits yang sufi. Tidak dijadikan-Nya engkau, seorang sufi yang ahli hadits". Diisyaratkan oleh As-Sirri, bahwa orang yang memperoleh hadits dan ilmu, kemudian bertasawwuf, maka akan memperoleh kemenangan. Dan orang
yang bertasawwuf sebelum berilmu maka akan membahayakan bagi dirinya.
Kalau anda bertanya : "Mengapa anda tidak membentangkan ilmu kalam dan falsa/ah dalam bermacam-macam ilmu itu dan anda terangkan bahwa keduanya itu tercela atau terpuji?".
Ketahuilah, bahwa hasil yang dilengkapi padanya ilmu kalam, ialah dalil-dalil yang bermanfa'at. Maka Al-Qur-an dan hadits itu melengkapi padanya. Yang di luar dari Al-Qur-an dan Sunnah, maka adakalanya pertengkaran yang tercela dan ini termasuk perbuatan bid'ah, yang akan dijelaskan nanti. Dan adakalanya permusuhan yang
menyangkut dengan partai-partai yang berlawanan. Dan merentang panjang dengan mengambil kata-kata, yang kebanyakannya batil dan keliru, dipandang buruk oleh pribadi yang baik dan ditolak oleh telinga yang sehat. Dan sebagiannya lagi campuran pada yang tak ada hubungannya dengan agama.
Bahkan tak dikenal pada masa pertama dari agama. Dan adalah turut campur padanya dengan keseluruhan termasuk bid'ah. Tetapi sekarang, hukumnya telah berubah. Karena telah muncul bid'ah yang menyeleweng dari kehendak Al-Qur-an
dan Sunnah. Dan telah tampil suatu golongan yang mencampuradukkan barang yang tak jelas. Lalu mereka menyusun kata-kata yang tersusun, sehingga yang ditakuti itu, memperoleh keizinan karena terpaksa. Bahkan telah menjadi se bagian dari fardlu kifayah.
Yaitu kadar yangdihadapi oleh pembuat bid'ah, apabila bermaksud menyerukan orang kepada bid'ah.Dan yang demikian kepada batas yang tertentu.