Misteri Bulan Suro dalam Tinjauan Islam -->

Misteri Bulan Suro dalam Tinjauan Islam

Wednesday, September 19, 2018, September 19, 2018

Misteri Bulan Suro dalam Tinjauan Islam

Dalam mitos Jawa, bulan Muharram atau bulan Suro (sebagaimana dalam kalender Jawa) adalah bulan yang keramat dan angker. Sehingga bila dilihat dari kaca mata tradisi Jawa kuno, maka tidak akan dijumpai masyarakat yang berani mengadakan pesta baik pernikahan, sunatan maupun hajatan yang lain di bulan tersebut. Dan bulan ini banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Jawa yang masih kental dengan tradisi Jawa kuno-nya untuk mencuci benda-benda bertuah seperti keris dan lainya. Mengapa hal ini dilakukan? Karena menganggap bulan Suro mempunyai daya magis yang tinggi dibanding dengan bulan lain.
Lalu bagaimanakah Islam memandang bulan Muharram yang dikenal sebagai bulan Suro tersebut? Dalam tinjauan Islam, bulan Muharram mempunyai nilai yang sangat penting baik dari sisi historis yang mewarnai peradaban keislaman maupun keutamaan-keutamaan terkait dengan amal shalih yang terdapat di dalamnya. Hal tersebut diantaranya adalah:
1. Titik Awal Penghitungan Tahun
Berdasarkan kesepakatan para sahabat Nabi dalam sebuah musyawarah atas inisiatif Umar bin Khattab sebagai tindak lanjut dari usulan seorang gubernur Kuffah (Iraq) yaitu Abu Musa al-Asy’ari lantaran mengkritisi surat beliau yang tidak disertakan tanggal dan tahun. Yaitu di tahun kelima dari pemerintahan Umar bin Khattab atau tepatnya 7 tahun setelah wafatnya Rasulullah SAW.
Musyawarah itu diikuti oleh banyak sahabat Nabi di antaranya Usman bin Affan RA, Ali bin Abi Thalib RA, Abdurrahman bin Auf RA, Zubair bin Awwam RA, saad bin Abi Waqqas RA, Thalhah bin Ubaidillah, dan beberapa sahabat lain.
Pada rapat tersebut diputuskan dua hal yaitu:
1. Hitungan tahun hijriyyah dimulai dari hijrah Nabi Muhammad SAW yang bertepatan pada 16 Juli 622 Masehi. Atas dasar bahwa peristiwa tersebut menjadi pembeda antara haq dan batil dan pemisah antara darul Islam dengan darus syirk. Hal ini berdasar usulan Ali bin Abi Thalib Karramallahu wajhahu, yang karenanya tahun Islam dinamakan dengan tahun Hijriyah.
2. Awal tahun dimulai dengan bulan Muharram hal ini didasarkan pada usainya pelaksanaan rukun Islam yang kelima yaitu di bulan Dzul Hijjah. (Al Kamil Fi at Tarikh juz 1 hal 3-4, kitab Tarikh ar- Rusul wa Al Muluk juz 1 hal 426-427)
2. Termasuk Bulan Mulia
Kemuliaan bulan Muharram juga dikenal sebagai 4 bulan haram, sebagaimana termaktub dalam surat at-Taubah 36:
ﺇِﻥَّ ﻋِﺪَّﺓَ ﺍﻟﺸُّﻬُﻮﺭِ ﻋِﻨْﺪَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺍﺛْﻨَﺎ ﻋَﺸَﺮَ ﺷَﻬْﺮًﺍ ﻓِﻲ ﻛِﺘَﺎﺏِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻳَﻮْﻡَ ﺧَﻠَﻖَ ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﻭَﺍﺕِ ﻭَﺍﻟْﺄَﺭْﺽَ ﻣِﻨْﻬَﺎ ﺃَﺭْﺑَﻌَﺔٌ ﺣُﺮُﻡٌ ﺫَﻟِﻚَ ﺍﻟﺪِّﻳﻦُ ﺍﻟْﻘَﻴِّﻢُ ﻓَﻠَﺎ ﺗَﻈْﻠِﻤُﻮﺍ ﻓِﻴﻬِﻦَّ ﺃَﻧْﻔُﺴَﻜُﻢْ ﻭَﻗَﺎﺗِﻠُﻮﺍ ﺍﻟْﻤُﺸْﺮِﻛِﻴﻦَ ﻛَﺎﻓَّﺔً ﻛَﻤَﺎ ﻳُﻘَﺎﺗِﻠُﻮﻧَﻜُﻢْ ﻛَﺎﻓَّﺔً ﻭَﺍﻋْﻠَﻤُﻮﺍ ﺃَﻥَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻣَﻊَ ﺍﻟْﻤُﺘَّﻘِﻴﻦَ ‏[ ﺍﻟﺘﻮﺑﺔ : 36 ]
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus. Maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.”
Sebagaimana riwayat Al-Bukhari Muslim dan lain-lain, dari Abu Bakrah bahwa 4 bulan haram dalam ayat di atas adalah Dzul qa’dah, Dzul Hijjah, Muharam dan Rajab.
ﺇﻥ ﺍﻟﺰﻣﺎﻥ ﻗﺪ ﺍﺳﺘﺪﺍﺭ ﻛﻬﻴﺌﺘﻪ ﻳﻮﻡ ﺧﻠﻖ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﺴﻤﻮﺍﺕ ﻭﺍﻷﺭﺽ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﺍﺛﻨﺎ ﻋﺸﺮ ﺷﻬﺮﺍ ﻣﻨﻬﺎ ﺃﺭﺑﻌﺔ ﺣﺮﻡ ﺛﻼﺛﺔ ﻣﺘﻮﺍﻟﻴﺎﺕ ﺫﻭ ﺍﻟﻘﻌﺪﺓ ﻭﺫﻭ ﺍﻟﺤﺠﺔ ﻭﺍﻟﻤﺤﺮﻡ ﻭﺭﺟﺐ ﻣﻀﺮ ﺑﻴﻦ ﺟﻤﺎﺩﻯ ﻭﺷﻌﺒﺎﻥ ..… ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ‏( ﺃﺣﻤﺪ ، ﻭﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻯ ، ﻭﻣﺴﻠﻢ ، ﻭﺃﺑﻮ ﺩﺍﻭﺩ ﻋﻦ ﺍﺑﻦ ﺃﺑﻰ ﺑﻜﺮﺓ ﻋﻦ ﺃﺑﻴﻪ )
“Sesungguhnya zaman itu berputar sebagaimana di hari Allah menciptakan langit dan bumi, setahun itu adalah dua belas bulan dan di antaranya ada empat bulan haram yaitu tiga bulan berurutan Dzul Qa’ah, Dzul Hijjah, Muharram dan Rajab Mudhar antara bulan Jumadi dan Sya’ban …al-Hadits” (Ahmad, Bukhari, Muslim, abu Dawud, dari Abu Bakrah dari ayahnya).
Ibnu Katsir meriwayatkan dari Ibnu Abbas dan dari Qatadah sebagaimana dalam tafsirnya juz 4, hal: 146. Bahwa berbuat dzalim (maksiat) dalam empat bulan tersebut sanksinya lebih berat dibanding dengan bulan–bulan lain sebagaimana amal shalih juga dilipatgandakan nilainya di dalamnya.
3. Bulan Penuh Sejarah para Nabi
Kemuliaan bulan Muharram selalu identik dengan hari kesepuluh yang sangat populer dengan nama ‘asyura’ yang mana hari itu mempunyai nilai historis. Sejumlah peristiwa sejak jaman Nabi Adam As telah dikelaskan. Hal ini seperti riwayat dari Abu Syeh (As-Suyuthiy dalam Jamiul Ahadits juz 9 hal 365, Kanzul Ummal juz 8/576) juga al-Bukhari dari Ibnu Abbas: Bahwa Nabi Nuh berlabuh dari perahu di Gunung Juudiy, Nabi Adam diterima taubatnya oleh Allah demikian pula taubatnya umat Nabi Yunus As. Allah membelah lautan untuk Nabi Musa bersama kaumnya juga kelahiran Nabi Ibrahim As. Kesemuanya itu terjadi di hari Asyura’.
Dengan demikian mitos masyarakat Jawa pada umumnya yang menganggap bahwa bulan Suro atau Muharram adalah angker sehingga menjauhi hajatan di bulan tersebut adalah tidak benar. Justru bulan Muharram adalah bulan kemenangan dan pertolongan Allah kepada para nabi.
Advertisement
Oleh karenanya, umat Islam dianjurkan memuliakan hari tersebut sebagaimana para nabi dan umat terdahulu juga memuliakannya.
4. Disunnahkan Puasa
Dalam sebuah riwayat disebutkan sebagai berikut :
ﻋﻦ ﺍﺑﻦ ﻋﻤﺮ : ﺃﻥ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺠﺎﻫﻠﻴﺔ ﻛﺎﻧﻮﺍ ﻳﺼﻮﻣﻮﻥ ﻳﻮﻡ ﻋﺎﺷﻮﺭﺍﺀ ﻭﺃﻥ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ – ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ – ﺻﺎﻣﻪ ﻭﺍﻟﻤﺴﻠﻤﻮﻥ ﻗﺒﻞ ﺃﻥ ﻳﻔﺘﺮﺽ ﺭﻣﻀﺎﻥ ﻓﻠﻤﺎ ﺍﻓﺘﺮﺽ ﺭﻣﻀﺎﻥ ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ – ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ – ﺇﻥ ﻋﺎﺷﻮﺭﺍﺀ ﻳﻮﻡ ﻣﻦ ﺃﻳﺎﻡ ﺍﻟﻠﻪ ﻓﻤﻦ ﺷﺎﺀ ﺻﺎﻣﻪ ﻭﻣﻦ ﺷﺎﺀ ﺗﺮﻛﻪ ‏] ﺃﺣﻤﺪ ‏( 2/143 ، ﺭﻗﻢ 6292 ‏) ، ﻭﻣﺴﻠﻢ ‏( 2/792 ، ﺭﻗﻢ 1126 ‏) ، ﻭﺍﺑﻦ ﺃﺑﻰ ﺷﻴﺒﺔ ‏( 2/311 ، ﺭﻗﻢ 9356 ‏) ، ﻭﺍﺑﻦ ﺷﺎﻫﻴﻦ ﻓﻰ ﻧﺎﺳﺦ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ‏( 1/320 ، ﺭﻗﻢ 370 ‏) ، ﻭﺍﻟﺒﻴﻬﻘﻰ ‏( 4/289 ، ﺭﻗﻢ 8195 )
Dari Ibnu Umar berkata: Sesungguhnya orang-orang jahiliyah selalu berpuasa di hari Asyura dan sesungguhnya Rasulullah SAW bersama dengan kaum muslimin juga berpuasa sebelum diwajibkanya puasa Ramadhan. Tatkala puasa Ramadhan diwajibkan, maka Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya Asyura itu adalah salah satu dari hari–hari Allah, maka barangsiapa yang berkenan ia boleh berpuasa dan boleh meninggalkanya. (Ahmad no :6292, Muslim no :1126, Ibnu Abi Syaibah: 9356, Ibnu Syahin: 370, dan al-Baihaqi: 8195).
Juga perhatikan riwayat berikut: Dalam riwayat Abu Musa al-Asy’ariy, ketika Rasulullah SAW datang ke Madinah, beliau menjumpai orang Yahudi sedang mengagungkan hari Asyura dan mereka berpuasa pada hari itu. Maka Rasulullah SAW bersabda: “Kami lebih berhak berpuasa hari Asyura (daripada kalian).” Dalam riwayat lain: “ Kami lebih berhak dan lebih utama memuliakan Musa daripada kalian.” (HR Ahmad, Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ibnu Majah dari Ibnu Abbas).
5. Puasa sebelum Asyura
Seperti diketahui, umat sebelum Islam demikian memuliakan keberadaan Asyura. Karenanya, untuk membedakan dengan mereka, umat Islam disunnahkan berpuasa satu hari sebelum atau sesudah hari Asyura tersebut. Rasulullah SAW bersabda:
ﺻُﻮْﻣُﻮْﺍ ﻳَﻮْﻡَ ﻋَﺎﺷُﻮْﺭَﺍﺀَ ﻭَﺧَﺎِﻟُﻔْﻮﺍ ﻓِﻴْﻪِ ﺍْﻟﻴَﻬُﻮْﺩَ ﻭَﺻُﻮْﻣُﻮْﺍ ﻗَﺒْﻠَﻪُ ﻳَﻮْﻣًﺎ ﻭَﺑَﻌْﺪَﻩُ ﻳَﻮْﻣًﺎ ‏( ﺃﺣﻤﺪ ، ﻭﺍﺑﻦ ﺟﺮﻳﺮ ، ﻭﺍﻟﺒﻴﻬﻘﻰ ﻓﻰ ﺷﻌﺐ ﺍﻹﻳﻤﺎﻥ ، ﻭﺍﻟﺒﻴﻬﻘﻰ ، ﻭﺗﻤﺎﻡ ، ﻭﺍﺑﻦ ﻋﺴﺎﻛﺮ ﻋﻦ ﺩﺍﻭﺩ ﺑﻦ ﻋﻠﻰ ﻋﻦ ﺃﺑﻴﻪ ﻋﻦ ﺟﺪﻩ )
“Berpuasalah pada pada hari Asyura dan berbedalah kalian dengan orang Yahudi dan berpuasalah satu hari sebelumnya dan satu hari sesudahnya.” (Hadits riwayat  Abur Razaq, at-Thahawiy dari Ibnu Abbas secara mauquf).
Dalam riwayat lain disebutkan:
ﻟَﺌِﻦْ ﺑَﻘِﻴْﺖُ ﺇِﻟَﻰ ﻗَﺎﺑِﻞٍ ﻟَﺄَﺻُﻮْﻣَﻦَّ ﺍﻟﺘَّﺎﺳِﻊَ ‏( ﻣﺴﻠﻢ ، ﻭﺍﺑﻦ ﻣﺎﺟﻪ ﻋﻦ ﺍﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ (
Seandainya aku masih hidup hingga tahun depan, niscaya aku akan berpuasa pada tanggal sembilan (Muharram). (HR Muslim hadits no: 1134 dan Ibnu Majah no: 1736)
6. Penghapus Dosa Setahun
Dari Abu Qatadah, Rasulullah SAW bersabda:
ﺻَﻮْﻡُ ﻳَﻮْﻡِ ﻋَﺮَﻓَﺔَ ﻳُﻜَﻔِّﺮُ ﺳَﻨَﺘَﻴْﻦِ ﻣَﺎﺿِﻴَﺔً ﻭَﻣُﺴْﺘَﻘْﺒِﻠَﺔً ﻭَﺻَﻮْﻡُ ﻋَﺎﺷُﻮْﺭَﺍﺀَ ﻳُﻜَﻔِّﺮُ ﺳَﻨَﺔً ﻣَﺎﺿِﻴَﺔً ‏( ﺃﺣﻤﺪ ، ﻭﻋﺒﺪ ﺑﻦ ﺣﻤﻴﺪ ، ﻭﻣﺴﻠﻢ ، ﻭﺃﺑﻮ ﺩﺍﻭﺩ ، ﻭﺍﺑﻦ ﺟﺮﻳﺮ ، ﻭﺍﺑﻦ ﺧﺰﻳﻤﺔ ، ﻭﺍﺑﻦ ﺣﺒﺎﻥ ﻋﻦ ﺃﺑﻰ ﻗﺘﺎﺩﺓ )
“Puasa Arafah itu melebur (dosa dua tahun); satu tahun yang lalu dan satu yang akan datang. Sedangkan puasa hari Asyura melebur dosa setahun yang telah lewat.” (HR Ahmad, Abd bin Humaid, Muslim, Abu Dawud, Ibnu Jarir, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban).
Semoga bermanfaat .
Dishare dari Ust. Luqmanul Hakim, SPd.I
(Tim narasumber Aswaja NU Center Jawa Timur)

TerPopuler