Blogger Jateng

Gus Dur Menghentikan Jutaan Warga Nahdliyin Berani Mati yang Membelanya


Gus Dur Menghentikan Jutaan Warga Nahdliyin Berani Mati yang Membelanya

Presiden Indonesia keempat (alm) Abdurahman Wahid (Gus Dur) menghindari adanya ‘pertumpahan darah’ di balik pemakzulannya dari kursi pimpinan negeri ini. Gus Dur melarang adanya pasukan rela mati yang melakukan perlawanan atas pelengserannya itu.
Ikhlas dan bijaksana sebagai sikap yang diambil, meskipun Gus Dur dilengserkan dalam Sidang Istimewa MPR/DPR tahun 2001 silam. Padahal, di sisi lain keputusan itu, menyulut kemarahan para santri dan simpatisan garis keras dari pria kelahiran Jombang tersebut.
“Gus Dur melarang (simpatisan menggelar aksi), malah beberapa bulan sebelumnya saat keliling pesantren karena mereka mau turun, Gus Dur meminta untuk mengurungkan niat itu,” ungkap mantan Juru Bicara Presiden Gus Dur, Adhie Massardi saat berbincang dengan Okezone.
Eskalasi politik memanas setelah adanya pergantian Gus Dur ke Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden Indonesia. Loyalis rela mati untuk Gus Dur sudah sempat melontarkan protes dan turun ke jalan saat sidang istimewa berjalan dan beberapa setelah itu.
Para simpatisan Gus Dur menilai bahwa sosok Kiai yang dijadikan panutannya itu telah didzalmi oleh beberapa kelompok elite politik. Basis massa yang dipelopori oleh Nahdliyin sempat mengepung Istana Negara untuk mempertahankan Gus Dur sebagai presiden setelah dikudeta oleh parlemen.
Meskipun mendapatkan dukungan deras dari para loyalisnya, tak membuat Gus Dur gegabah dalam mengambil sikap politik. Salah satu Kiai Nahdlatul Ulama (NU) itu jusrtu menyikapinya dengan tenang dan arif.
Ketenangan Gus Dur bahkan tersirat dalam sikapnya setelah mengetahui hasil Sidang Istimewa yang dikomandoi oleh Amien Rais tersebut. Bukannya marah, Gus Dur malah tertawa melihat ‘akrobatik politik’ para elite pejabat dalam menyikapi situasi nasional pasca-orde baru.
Padahal Gus Dur merupakan presiden pilihan yang ditentukan dalam Sidang Istimewa tahun 1999. Dia terpilih menjadi Presiden Indonesia ke-empat setelah proses panjang perjuangan reformasi.
Gus Dur, diceritakan Adhie, sempat menenangkan para simpatisannya yang marah besar kepada sikap para eliter partai politik di parlemen. Menurutnya, Gus Dur menyampaikan kepada loyalisnya, semua itu hanyalah masalah konstelasi perpolitikan di Indonesia.
Sehingga, Gus Dur menilai, aksi protes yang berpotensi terjadinya ‘pertumpahan darah’ tidaklah benar dan akan sia-sia.
“Gus Dur bilang ini masalah politik, kemana-kemana dia bilang gitu. Ini urusan politik soal kalah-menang tak perlu, karena kalau Gus Dur turunkan massa pasti akan pertumpahan darah,” tutur Adhie yang juga loyalis Gus Dur.
Dibalik pelengseran Gus Dur, sempat tersiar kabar bahwa, jutaan santri, Ustaz dan Kiai di Jawa Timur ingin berangkat ke Jakarta untuk protes atas pemakzulan Gus Dur. Tetapi, niat mereka diurungkan lantaran sosok panutannya langsung melarang melakukan hal tersebut.
“Itu memang iya (rencana jutaan simpatisan Gus Dur di Jawa Timur ke Jakarta) tetapi, Gus Dur kan pedomannya tak boleh hanya urusan jabatan terjadi adanya setetes darah,” ujar Adhie.
Kilas Balik Pelengseran Gus Dur
Tiga poin Dekrit Presiden Gus Dur, yakni, membekukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia,mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dan mengambil tindakan serta menyusun badan yang diperlukan untuk menyelenggaran Pemilu dalam waktu satu tahun.
Ketiga, menyelamatkan gerakan reformasi total dari unsur-unsur Orde Baru dengan membekukan Partai Golongan Karya sambil menunggu keputusan Mahkamah Agung, untuk itu kami memerintahkan seluruh jajaran TNI dan Polri untuk mengamankan langkah penyelamatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia untuk tetap tenang serta menjalankan kehidupan sosial dan ekonomi seperti biasa.
Pelengseran Gus Dur mulai diserukan beberapa tokoh politik sejak dihembuskannya isu kasus dana Yanatera Bulog dan Bantuan Sultan Brunei. Namun, hal tersebut gagal dijadikan alasan untuk menjatuhkan Gus Dur sebagai Presiden, karena tidak terbukti.
Pelengseran itu sendiri awalnya menggunakan alasan soal pergatian Kapolri. Gus Dur saat itu memecat Jenderal Bimantoro dan mengangkat Jenderal Chairudin Ismail sebagai pimpinan Polri.
Kebijakan itu yang dijadikan senjata oleh parlemen untuk menggelar Sidang Istimewa. Pasalnya, keputusan Gus Dur dinilai pelanggaran berat karena tidak melibatkan DPR/MPR dalam pengangkatan Kapolri.
Dengan adanya momentum tersebut, beberapa tokoh politik kala itu menjadikan celah untuk mempercepat pelaksanaan Sidang Istimewa yang awalnya digelar pada 1 Agustus menjadi 23 Juli 2001.
Setelah mengetahui adanya percepatan Sidang Istimewa itu, Gus Dur mengeluarkan Dekrit Presiden pada 23 Juli 2001. Keputusan itu dikeluarkan untuk mencegah pelaksanaan Sidang Istimewa yang dianggap tidak sejalan dengan cita-cita Reformasi.
Di hari yang sama, Dekrit Presiden Gus Dur dilawan dengan Sidang Istimewa yang memutuskan untuk memakzulkan Gus Dur.
Sosok pemimpin yang dikenal sederhana dan mengedepankan Pluralisme itu sudah tiada. Gus Dur menghembuskan nafas terakhirnya di usia 69 tahun pada 30 Desember 2009