Blogger Jateng

Ketika Gus Dur dan Megawati Bertengkar



Hubungan Abdurrahman Wahid alias Gus Dur dengan Megawati Soekarnoputri memberi punya kisah tersendiri, baik dari sisi kehidupan maupun kancah perpolitikan.
Dikutip dari buku Hak Gus Dur untuk Nyleneh karya E. Kosasih, Gus Dur menganggap Megawati sebagai adik.
"Seperti adik saya," kata Gus Dur, seperti ditulis dalam buku tersebut.
Meski keduanya dekat dan akrab, tak jarang pula mereka bertengkar.
Salah satunya, pada momentum jelang Pemilu 1997. Saat itu, Gus Dur pergi ke banyak tempat bersama Siti Hardianti Rukmana alias Mbak Tutut.
Gus Dur membawa Tutut masuk ke kantong-kantong massa Nahdlatul Ulama seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, hingga Lampung, dan memberi angin bagi Tutut untuk menarik warga Nahdliyin agar memilih Golkar.
Megawati saat itu menyerukan kepada para pendukungnya untuk golput, tak memilih pada Pemilu 1997.
Gus Dur pun kebakaran jenggot dan mengecam pernyataan Megawati.
Hubungan Gus Dur-Megawati menegang.
Sikap Gus Dur yang mengecam pernyataan Megawati kemudian mengundang antipati kalangan prodemokrasi.
Gus Dur dicoret dari jajaran tokoh prodemokrasi. Tak hanya itu, kedekatan dengan Tutut berimbas pada sikap tegas Gus Dur membiarkan Megawati berjuang sendirian.
Saat peristiwa 27 Juli 1996 atau yang kerap disebut "Kudatuli", Gus Dur menganjurkan Megawati untuk tidak melawan dan rujuk dengan pemerintah.
Mas Dur
Meski sempat merenggang, tak lama berselang hubungan Gus Dur dan Megawati kembali cair.
Keduanya kerap saling melontarkan pujian. Gus Dur pernah memuji Megawati sebagai negarawan.
"Orang mungkin bertanya-tanya, apa itu Mega? Kita kan tahu siapa Mega? Saya kok berpandangan lain, dan terbukti Mega memang punya bakat negarawan," kata Gus Dur.
Demikian pula Megawati.
Jika Gus Dur menganggap Megawati seperti adiknya sendiri, Mega juga menganggap Gus Dur sebagai kakaknya dan punya panggilan spesial: Mas Dur.
"Gus Dur adalah kakak sekaligus sahabat saya, saudara seiman yang saya hormati. Intelektualitas serta sikap mentalnya tidak perlu diragukan, bimbingannya terhadap umat sangat positif, terutama NU, kenegarawanannya perlu diteladani," kata Megawati.
Hubungan Gus Dur dan Megawati semakin erat memasuki era reformasi.
Saat itu, NU belum membentuk partai sehingga Gus Dur mempersilakan warganya memilih PDI. Keduanya bahkan sempat mengikat janji.
Pada Desember 1998, Gus Dur dan Megawati mengumumkan akan saling mendukung untuk menjadi calon presiden keempat.
Mereka juga sepakat menempatkan Sri Sultan Hamengkubuwono X sebagai alternatif.
"Janjinya, saya mendukung dia kalau saya sendiri tidak maju. Tadinya saya akan maju lebih dahulu, tetapi karena fisik tidak memungkinkan, ya Mbak Mega yang maju. Kalau nantinya Mbak Mega kesulitan, kemungkinannya adalah Sri Sultan HB X," ungkap Gus Dur.
Peluang Megawati menjadi presiden pun melambung. Dukungan itu juga menepis kekhawatiran Megawati ditolak karena faktor agama dan ideologi nasionalis.
Jika ada kehawatiran seperti itu, Gus Dur dan sejumlah tokoh NU pasang badan membela Megawati.
Kedekatan keduanya kemudian memunculkan pernyataan-pernyataan yang mengarah pada koalisi PKB, partai yang didirikan Gus Dur, dan PDI-P.
Nasi goreng
Megawati mengakui kerap bertengkar dengan Gus Dur saat keduanya menjabat presiden dan wakil presiden.
Dikutip dari pemberitaan Kompas.com, Kamis (13/7/2017), Megawati menyampaikan bahwa saat "berantem", ia enggan bertemu dengan Gus Dur.
Namun, pertengkaran tak berlangsung lama. Biasanya, Gus Dur yang selalu berinisiatif untuk mengajak damai.
"Saya tahu pasti nanti pasti saya menang," kata Megawati dalam acara Halaqah Nasional Ulama se-Indonesia di Jakarta, Kamis (13/7/2017).
Jika sedang berantem, Gus Dur kerap menyambangi kediaman Megawati, namun tak memberi kabar.
Setelah sampai di depan rumah Megawati, Gus Dur baru memberi kabar. Megawati pun tidak bisa menolak kedatangan Gus Dur.
"Nanti telepon, 'Mbak, lagi opo?' 'Di rumah, Mas'. 'Bikinkan saya nasi goreng ya saya sudah di depan pintu rumah'. Kalau baikan begitu. Lah saya terpaksa toh bikin nasi goreng," ucap Megawati disambut tawa para ulama yang hadir.
Sumber : kompas.com